Sabtu, Oktober 10, 2009

siapakah wanita berhati mulia yang melahirkan dan mendidik anak itu

siapakah wanita berhati mulia yang melahirkan
dan mendidik anak itu

Setelah menyetir terlalu lama sepulang dari kampung saya singgah
sebentar di sebuah restoran. Begitu memesan makanan, seorang anak lelaki
berusia lebih kurang 12 tahun muncul di depan saya.

"Abang mau beli kue?" Katanya sambil tersenyum. Tangannya segera
menyelak daun pisang yang menjadi penutup bakul kue jajanannya.

"Tidak Dik, Abang sudah pesan makanan," jawab saya ringkas dan akhirnya
dia berlalu.

Pesanan tiba, saya langsung menikmatinya. Gak sampe 20 menit kemudian
saya melihat anak tadi menghampiri calon pembeli lain. Saya lihat dia
menghampiri sepasang suami istri. Mereka juga menolak tawaran anak itu,
dan dia berlalu begitu saja.

"Abang sudah makan, tak mau beli kue saya?" tanyanya tenang ketika
menghampiri meja saya lagi.

"Abang baru selesai makan Dik, masih kenyang nih," kata saya sambil
menepuk-nepuk perut. Dia pun pergi, tapi cuma di sekitar restoran.
Sampai di situ dia meletakkan bakulnya yang masih penuh. Setiap yang
lalu dia tanya, "mau beli kue saya Bang, Pak... Kakak,... Ibu." Halus
budi bahasanya pikir saya.

Sambil memperhatikan, terbersit rasa kagum dan kasihan di hati saya
melihat betapa gigihnya dia berusaha. Tidak nampak keluh kesah atau
tanda-tanda putus asa dalam dirinya, sekalipun orang yang ditemuinya
enggan membeli kuenya.

Setelah membayar harga makanan dan minuman, saya terus pergi ke mobil..
Saya buka pintu, membetulkan duduk dan menutup pintu. Namun belum sempat
saya menghidupkan mesin, anak tadi sudah berdiri di samping mobil. Dia
tersenyum kepada saya. Saya turunkan kaca jendela, dan membalas
senyumannya.

"Abang sudah kenyang, tapi mungkin Abang perlu bawa kue saya buat
oleh-oleh untuk adik- adik, Ibu atau Ayah abang," katanya sopan sekali,
sambil tersenyum. Sekali lagi dia memamerkan kue dalam bakul dengan
menyelak daun pisang penutupnya.

Saya tatap wajahnya, bersih dan bersahaja. Terpantul perasaan kasihan di
hati. Lantas saya buka dompet, dan mengulurkan selembar uang Rp 20.000,-
padanya.

"Ambil ini Dik! Abang sedekah... Tak usah Abang beli kue itu." Saya
berkata ikhlas karena perasaan kasihan yang meningkat mendadak. Anak itu
menerima uang tersebut, lantas mengucapkan terima kasih terus berjalan
kembali ke kaki lima restoran. Saya gembira dapat membantunya. .

Setelah mesin mobil saya hidupkan. Saya memundurkan. Alangkah kagetnya
saya melihat anak itu mengulurkan Rp20.000,- pemberian saya itu kepada
seorang pengemis buta. Saya terkejut, saya hentikan mobil, dan memanggil
anak itu.

"Kenapa Bang, mau beli kue ya?" tanyanya.

"Kenapa Adik berikan duit Abang tadi pada pengemis itu? Duit itu Abang
berikan ke Adik!" kata saya tanpa menjawab pertanyaannya.

"Bang, saya tak bisa ambil duit itu.. Emak marah kalau dia tahu saya
mengemis. Kata emak kita mesti bekerja mencari nafkah karena Allah.
Kalau dia tahu saya bawa duit sebanyak itu pulang, sedangkan jualan
masih banyak, Mak pasti marah. Kata Mak mengemis kerja orang yang tak
berupaya, saya masih kuat Bang!" katanya begitu lancar. Saya heran
sekaligus kagum dengan pegangan hidup anak itu. Tanpa banyak soal saya
terus bertanya berapa harga semua kue dalam bakul itu.

"Abang mau beli semua ?" dia bertanya dan saya cuma mengangguk. Lidah
saya kelu mau berkata.

"Rp 25.000,- saja Bang...." Dengan gembira dia memasukkan satu persatu
kuenya ke dalam plastik, saya ulurkan Rp 25.000,-. Dia mengucapkan
terima kasih dan berlalu dari pandangan saya.

Ya Tuhan!. Saya hanya bisa bertanya-tanya di dalam hati, siapakah wanita
berhati mulia yang melahirkan dan mendidik anak itu ?. Sesungguhnya saya
kagum dengan sikapnya. Dia menyadarkan saya, siapa kita sebenarnya..
.....
=================================================
"Tangan diatas selalu lebih mulia daripada dibawah..., semoga kita termasuk
orang-orang yang diberiNya kelebihan agar selalu dapat ihlas memberi...Amiiinnnn "

Have a positive day!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog